Laman

Selasa, 12 April 2011

Kisah pohon apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula, pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.

"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi." jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang ....... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi." kata pohon apel.

"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?"

"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu." kata pohon apel.

Kemudian, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi denganku." kata pohon apel.

"Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar ?"

"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah."

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.

"Maaf, anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu."

"Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu." jawab anak lelaki itu.

"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat." kata pohon apel.

"Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu." Jawab anak lelaki itu.

"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini." kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang." Kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."

"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang manusia. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara manusia memperlakukan orang tua.

Sabtu, 02 April 2011

Semut dan Nabi Sulaiman


Semut dan Nabi Sulaiman

(QS. An- Naml [27]: 18- 19)

Nabi Sulaiman adalah seorang nabi yang diberikan kelebihan oleh Allah. Untuk bisa mendengar dan berbicara dalam bahsa binatang . Asyik , ya? Beliau bisa mendengar yang sedang dibicarakan oleh binatang- binatang apabila perpapasan dengan mereka. Kira- kira apa, ya, yang dibicarakan para binatang itu? Dalam Al-qur’an, ada ayat yang menyebutkan tentang obrolan Nabi Sulaiman dengan seekor semut.

Waktu itu Nabi Sulaiman dengan seluruh pengikutnya sedang berpergian menuju suatu tempat yang bernama Asgalan. Pengikut Nabi Sulaiman yang tergabung dalam rombongan itu cukup banyak. Selain pengikut- pengikutnya dari golongan manusia, beliau pun memiliki pasukan jin dan burung yang selalu mengikuti dan siap melindungi sang Nabi dimana saja. Nabi Sulaiman memang sangat beruntung. Selain diberi harta kekayaan yang melimpah dan kemampuan berbicara dengan binatang, beliau pun dapat menghimpun pasukan jin yang tunduk dan patuh kepada beliau. Jadi, kemana pun Nabi Sulaiman pergi selalu mendapat pengawalan dari pengikut dan tentara jinnya.

Suatu ketika rombongan Nabi Sulaiman melintas di suatu tempat yang menjadi sarang semut. Ribuan semut tinggal di dalam tanah, di dahan pohon, dan di tempat lainnya sebagai sarang mereka. Ketika terdengar suara langkah kaki rombongan Nabi Sulaiman akan segera melintasi tempat mereka, seekor semut langsung berseru dan memperingatkan teman- temannya.

“Hoooiii, Semut- semut! Cepatlah masuk ke sarang kalian. Nabi Sulaiman dan pasukan- pasukannya akan segera melintasi tempat ini. Kalau kalian tidak segera menyingkir, kalian akan terinjak oleh mereka. Mereka pasti tidak akan menyadarinya!”

Mendengar peringatan itu, semua semut- semut segera berlarian masuk ke sarang untuk menyelamatkan diri dari injakkan rombangan Nabi Sulaiman.

Nabi Sulaiman ternyata mendengar teriakan semut itu. Beliau tersenum kemudian mengingatkan semua rombongannya untuk berhati- hati melangkah sehingga tidak ada semut yang terinjak. Nabi Sulaiman pun memanjatkan doa kepada Allah. Beliau bersyukur atas semua limpahan nikmat yang sudah Allah berikan, termasuk kemampuannya mendengar bahasa binatang sehingga beliau bisa mendengar ucapan semut tadi.

Itulah kisah semut dan Nabi Sulaiman. Karena Nabi Sulaiman dapat mendengar teriakan semut tadi, semua semut menyelamatkan diri dan masuk ke sarang dan tidak ada yang terinjak oleh rombongan Nabi Sulaiman. Terbayang kan, Nabi Sulaiman tidak mengerti suara atau bahasa binatang? Semut- semut itu pasti akan terinjak- injak oleh pasukannya.

Dengan segala kelebihan harta dan ilmu yang dimilikinya, Nabi Sulaiman tetap tidak merasa sombong. Beliau selalu berdoa agar termasuk dalam golongan orang- orang yang shaleh dan disayangi Allah. Amin